Gambar kartun di bawah ini seakan menyindir sistem pendidikan di
negara kita yang menganggap setiap anak didik dinilai dengan cara yang
sama. Gambar kartun tersebut saya peroleh dari laman Facebook.
Hmmmm… padahal setiap anak didik itu unik, jadi sebenarnya tidaklah fair kalau kita memperlakukannya sama. Menilai anak didik dari satu jenis kecerdasan saja tidaklah adil. Kecerdasan itu banyak macamnya (multiple intelligence), ada kecerdasan matematik, kecerdasan bahasa, kecerdasan spasial, kecerdasan musik, dan lain-lain (lebih lengkap tentang multiple intelligence dapat dibaca di sini). Namun di dalam masyarakat kita, kecerdasan anak itu cenderung dinilai hanya dari kecerdasan matematik saja. Anak yang tidak pintar matematika dianggap anak yang bodoh, padahal mungkin saja kecerdasannya bukan pada sapek itu. Banyak orangtua yang memaksa anaknya ikut les matematika, les Kumon, dan lain-lain agar anaknya jago matematika, padahal minat dan bakat si anak boleh jadi ke arah yang lain.
Sistem pendidikan yang baik adalah yang menggali kecerdasan setiap anak sesuai bakat atau telantanya. Sayangnya model pendidikan seperti ini belum mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah. Mungkin banyak faktor penyebabnya (misalnya jumlah penduduk yang besar), tetapi mungkin juga karena masih ada paradigma bahwa semua pelajaran harus diberikan kepada semua anak, tidak peduli anak tersebut suka atau tidak, tidak peduli cocok dengan kebutuhannya atau tidak. Akhirnya, seperti gambar di atas, semua anak dilihat (baca: dinilai) dengan cara yang sama yang sebenarnya tidak fair. Tidak fair karena untuk kemampuan anak yang bermacam-macam dianggap adil dengan menilainya hanya dari satu aspek kecerdasan saja.
Source: http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/09/seperti-inikah-sistem-pendidikan-kita/
Hmmmm… padahal setiap anak didik itu unik, jadi sebenarnya tidaklah fair kalau kita memperlakukannya sama. Menilai anak didik dari satu jenis kecerdasan saja tidaklah adil. Kecerdasan itu banyak macamnya (multiple intelligence), ada kecerdasan matematik, kecerdasan bahasa, kecerdasan spasial, kecerdasan musik, dan lain-lain (lebih lengkap tentang multiple intelligence dapat dibaca di sini). Namun di dalam masyarakat kita, kecerdasan anak itu cenderung dinilai hanya dari kecerdasan matematik saja. Anak yang tidak pintar matematika dianggap anak yang bodoh, padahal mungkin saja kecerdasannya bukan pada sapek itu. Banyak orangtua yang memaksa anaknya ikut les matematika, les Kumon, dan lain-lain agar anaknya jago matematika, padahal minat dan bakat si anak boleh jadi ke arah yang lain.
Sistem pendidikan yang baik adalah yang menggali kecerdasan setiap anak sesuai bakat atau telantanya. Sayangnya model pendidikan seperti ini belum mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah. Mungkin banyak faktor penyebabnya (misalnya jumlah penduduk yang besar), tetapi mungkin juga karena masih ada paradigma bahwa semua pelajaran harus diberikan kepada semua anak, tidak peduli anak tersebut suka atau tidak, tidak peduli cocok dengan kebutuhannya atau tidak. Akhirnya, seperti gambar di atas, semua anak dilihat (baca: dinilai) dengan cara yang sama yang sebenarnya tidak fair. Tidak fair karena untuk kemampuan anak yang bermacam-macam dianggap adil dengan menilainya hanya dari satu aspek kecerdasan saja.
Source: http://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/09/seperti-inikah-sistem-pendidikan-kita/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar